BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
rangka mendukung Program Swasembada daging Sapi/Kerbau Tahun 2014
(PSDS/K-2014), khususnya untuk swasembada daging sapi, diperlukan ketersediaan
bibit ternak sapi potong yang berkelanjutan. Untuk memenuhi ketersediaan bibit
tersebut, perlu dilakukan pembibitan ternak dalam suatu kawasan sentra produksi
sapi potong yang sebagian besar dikelola masyarakat peternak. Kegiatan
pembibitan dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan populasi ternak bibit,
relatif akan efesien apabila dilaksanakan melalui pemberdayaan kelompok.
Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Direktorat Perbibitan Ternak
tahun 2013 telah mengalokasikan anggaran melalui dana dekonsterasi/tugas
pembantuan di provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan pembibitan sapi potong
dalam rangka memperkuat usaha kelompok pembibitan dan meningkatkan populasi
sapi potong di Indonesia.
Sehubungan
dengan hal tersebut untuk mengoptimalkan pembibitan sapi potong ini, diperlukan
keterpaduan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
dalam pelaksanaan bimbingan terhadap kelompok peternak penerima. Pembibitan
sapi potong ini dilakukan oleh kelompok peternak terseleksi dengan mekanisme
bantuan sosial dan memenuhi kriteria lokasi, kriteria kelompok, tata cara
seleksi kelompok dan seleksi ternak yang ditentukan dalam Pedoman Teknis ini.
A.
Maksud, Tujuan dan Keluaran
1. Maksud
Maksud
disusunnya Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Kegiatan Pembibitan Sapi Potong Tahun 2013 :
Sebagai
acuan bagi pelaksanaan yang menangani kegiatan Pembibitan Sapi Potong Tahun
2013.
2. Tujuan Kegiatan :
a.
Menumbuhkan
dan menstimulasi peternak secara individu maupun kelompok peternak dalam
menerapkan prinsip-prinsip pembibitan;
b.
Meningkatkan
produktivitas sapi potong;
c.
Menumbuhkan
wilayah sumber bibit sapi potong.
3.
Keluaran
Keluaran
dari kegiatan ini adalah terbentuknya kelompok Pembibitan Sapi Potong, Meningkatkan produktivitas sapi potong dan
tuumbuhnya wilayah sumber bibit sapi potong.
B.
Pengertian
Dalam petunjuk teknis ini, yang dimaksud dengan :
1. Wilayah sumber bibit ternak adalah suatu kawasan
agroekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administrasi pemerintah dan
mempunyai potensi untuk pengembangan bibit dari jenis atau rumpun atau galur
ternak tertentu.
2. Pembibitan adalah serangkaian kegiatan pembudidayaan
untuk menghasilkan bibit sesuai pedoman pembibitan ternak yang baik.
3. Bibit ternak yang selanjutnya disebut bibit adalah ternak
yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu
untuk dikembangbiakan.
4. Rumpun ternak adalah segolongan ternak dari suatu spesies
yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat diwariskan pada
keturunannya.
5. Tim pusat adalah kelompok kerja yang terdiri atas unsur
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan Pakar di tetapkan
dengan Surat Keputusan .
6. Tim Teknis Kabupaten/Kota adalah kelompok kerja yang
terdiri dari unsur Dinas Kabupaten/Kota dan di tetapkan dengan Surat
Keputusan Kepala Kabupaten/Kota.
7. Tim Pembina Provinsi adalah kelompok kerja yang terdiri
dari unsur Dinas Provinsi dan di
tetapkan dengan Surat Keputusan Kepala
Dinas provinsi
8. Recording/pencatatan adalah suatu kegiatan yang meliputi
identifikasi, pencatatan silsilah, pencatatan produksi dan reproduksi,
pencatatan manajemen pemeliharaan dan kesehatan ternak dalam populasi terpilih.
9. Rekorder adalah petugas yang melakukan pencatatan
individu ternak
10. Populasi terpilih adalah kumpulan ternak dengan rumpun
sama yang dipelihara dalam satu wilayah
yang terdiri atas beberapa kelompok atau gabungan kelompok.
11. Produktivitas adalah kemampuan seekor ternak untuk
menghasilkan produksi yang optimal per satuan waktu.
12. Ternak asli adalah ternak yang kerabat liarnya berasal
dari Indonesia, dan proses domestikasinya terjadi di Indonesia.
13. Ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau
introduksi dari luar negeri yang telah dikembangbiakan di Indonesia sampai
generasi kelima atau lebih yang telah beradaptasi pada lingkungan dan/atau
manajemen setempat.
14. Standart Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut SNI
adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan
metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait.
15. Persyaratan Teknis Minimal yang selanjutnya disebut PTM
adalah batasan terendah dari spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan
termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak
yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
16. Dinas adalah instansi yang membidangi fungsi peternakan
dan kesehatan hewan di Provinsi/kabupaten/Kota.
C.
Ruang lingkup
Ruang lingkup petunjuk teknis pelaksanaan ini
meliputi:
1. Pelaksanaan kegiatan.
2. Pemanfaatan pendanaan.
3. Teknis pembibitan sapi potong.
4. Kemajuan kegiatan pembibitan.
5. Pembinaan dan pengorganisasian.
6. Pengawasan dan indikator keberhasilan.
7. Monitoring, evaluasi dan pelaporan
BAB II
PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan Pembibitan
Sapi Potong tahun 2013 dialokasikan pada 26 satker peovinsi dan 20 Satker Kabupaten (Format
1). Kegiatan ini dilaksanakan oleh kelompok
peternak di Kabupaten/Kota yang pembinaannya dilakukan secara berjenjang mulai
dari pusat sampai dengan daerah. Anggaran pembinaan di daerah dialokasikan pada
anggaran dekonsentrasi yang pemanfaatannya juga meliputi untuk pembina di
tingkat Kabupaten/Kota.
A.
Persiapan
1.
Perencanaan Operasional
Perencanaa operasional
Kegiatan Pembibitan
Sapi Potong tahun anggaran 2013 dituangkan ke dalam Pedoman Teknis yang disusun oleh
Tim Pusat, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang disusun oleh Tim Pembina Provinsi dan Petunjuk Teknis (Juknis)
kegiatan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota mengacu pada Pedoman Pelaksanaan.
2.
Sosialisasi Kebijakan dan Kegiatan
a.
Sosialisasi Kegiatan Pembibitan
Sapi Potong tahun 2013 dilakukan oleh pelaksana pusat kepada provinsi dan ditindak
lanjuti oleh provinsi dan kabupaten/kota kepada kelompok yang menjadi sasaran
yang dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung dilaksanakan melalui rapat
koordinasi dan pembinaan kegiatan Pembibitan
Sapi Potong tahun 2013 dan berjenjang mulai dari Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/Kota sampai tingkat
lapangan. Sosialisasi secara tidak langsung dilaksanakan melalui bahan
publikasi ( antara lain : leaflet, brosur,poster).
3.
Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Pembibitan
Sapi Potong Tahun 2013 dilaksanakan dengan ketentuan
sebagai berikut :
1.
Rumpun Sapi
Rumput Sapi Potong yang dikembangkan meliputi sapi Bali/PO/Pesisir/Brahman
Indonesia.
2.
Kualifikasi Sapi
a.
Sapi
Potong dalam kegiatan pembibitan ini harus sesuai dengan standar Nasional Indonesia
(SNI) Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) atau Persyaratn Teknis
Minimal (PTM) seperti Format 2.
b.
Sapi
Potong yang akan diadakan harus memiliki surat keterangan layak bibit yang di
keluarkan oleh dinas.
3.
Lokasi Kelompok
a.
Dalam
kawasan padat ternak Sapi Potong dengan rumpun sama, yang berpotensi untuk
dikembangkan menjadi wilayah sumber bibit Sapi Potong.
b.
Didukung
oleh ketersediaan sumber pakan lokal dan air, serta bukan merupakan daerah
endemis penyakit hewan menular.
c.
Terdapat
petugas teknis peternakan dan kesehatan hewan.
d.
Mudah
dijangkau dalam pembinaan.
4.
Kelompok Peternak
a.
Minimal kelompok tingkat
lanjut dan/atau berprestasi di tingkat kabupaten/kota.
b.
Memiliki minimal 30 ekor induk
dengan rumpun sama.
c.
Diutamakan ada anggota
kelompok berpendidikan minimal SLTA/sederajat.
d.
Melakukan pencatatan
produktivitas.
e.
Jumlah anggota minimal 20 orang.
f.
Telah/sanggup mengikuti
pelatihan di bidang perbibitan.
g.
Tidak mendapatkan penguatan
modal yang sejenis dari pemerintah pada tahun yang sama.
h.
Pengurus dan anggota kelompok
tidak bermasalah dengan perbankan.
i.
Telah mengajukan proposal
kepada pemerintah dan mendapat rekomendasi dari kepala dinas
provinsi/kabupaten/kota.
5.
Tata cara Seleksi Lokasi dan Kelompok Peternak
Proses seleksi calon lokasi
dan calon kelompok peternak dilakukan oleh TIM Dinas Provinsi/kabupaten/Kota,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB III
PEMANFAATAN DANA
Pemanfaatan dana digunakan antara lain untuk :
A.
Komponen Utama
Pemanfaatan dana
untuk komponen utama minimal 90 % yang dialokasikan untuk :
1.
Pembelian/pengadaan
sapi potong termasuk biaya transport dan pengujian kesehatan hewan dan surat
keterangan layak bibit .
2.
Pembelian/pengadaan
sarana recording ; timbangan ternak, pita ukur ternak, tongkat ukur ternak,
kartu ternak, papan individu ternak, papan nama kelompok, alat foto/kamera
sederhana dll.
B. Komponen Pendukung
Pemanfaatan dana
untuk komponen pendukung minimal 10 %
yang dapat dialokasikan antara lain untuk :
1.
Operasional
recorder, kelompok dan pendampingan.
2.
Peningkatan dan
pengembangan kemampuan kelompok (pelatihan SDM kelompok, konsultasi).
3.
Sarana produksi,
antara lain: pakan. Obat-obatan, jasa pelayanan perkawinan dan pemeriksaan
kesehatan hewan.
4.
Administrasi
lainnya.
Penguatan modal
usaha kelompok yang diberikan merupakan stimulan bagi peternak secara individu
maupun kelompok dalam melaksanakan kegiatan pembibitan dengan menerapkan
prinsip-prinsip pembibitan. Kelompok harus menyediakan sarana produksi seperti
lahan, kandang, pakan hijau, pakan konsentrat dan pendukung lainnya.
BAB IV
TEKNIS PEMBIBITAN SAPI POTONG
Kelompok penerima kegiatan ini harus melakukan teknis
pembibitan sesuai dengan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembibitan Sapi Potong
yang Baik (Good Breeding Practice/GBP),
maka hal-hal yang harus dilakukan antara lain:
A.
Prasarana
1.
Lokasi
Lokasi Pembibitan Sapi Potong harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
:
a.
Sesuai dengan Rencana Umum
Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) daerah setempat;
b.
Mempunyai potensi sebagai sumber
bibit Sapi Potong;
c.
Mempunyai akses transportasi.
2.
Lahan
Letak
dan ketinggian lokasi dari wilayah sekitarnya memperhatikan topografi dan
fungsi lingkungan serta bebas dari bakteri patogen terutama bakteri anthrax dan
brucellosis yang dapat membahayakan ternak dan manusia.
3.
Sumber Air
a.
Tersedianya sumber air bersih
yang memenuhi persyaratan baku mutu air sesuai dengan peruntukannya;
b.
Sumber air tersebut dapat
digunakan sepanjang tahun dalam jumlah yang mencukupi untuk keperluan ternak.
B.
Sarana
1.
Bangunan
a.
Bangunan yang diperlukan:
1)
Kandang;
2)
Tempat Penyimpanan Pakan;
3)
Tempat penampungan dan/atau
pengolahan limbah.
b.
Persyaratan Tata Letak Kandang
Kandang harus terletak
ditempat kering dan tidak tergenang air saat hujan serta cukup sinar matahari.
c.
Persyaratan Teknis Kandang
1)
Kontruksi kandang harus kuat;
2)
Terbuat dari bahan ekonomis
dan mudah didapat;
3)
Sirkulasi udara dan sinar
matahari cukup;
4)
Drainase dan saluran
pembuangan limbah baik serta mudah dibersihkan;
5)
Lantai rata, tidak licin,
tidak kasar, mudah kering dan tahan injak;
6)
Luas kandang memenuhi
persyaratan daya tampung dan memiliki area untuk gerak.
2.
Peralatan
a.
Peralatan kandang antara lain:
tempat pakan, tempat minum, sapu lidi dan sekop;
b.
Peralatan pemotong rumput
antara lain: arit dan golok;
c.
Peralatan pencatatan antara
lain: pita ukur, tongkat ukur, buku recording dan formulir pencatatan;
d.
Peralatan identitas ternak
antara lain: eartage dan kalung.
3.
Bibit Ternak
Bibit ternak yang digunakan
untuk pembibitan sapi potong harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
4.
Pakan
a.
Pakan yang diberikan berasal
dari pakan yang diolah sendiri atau pakan yang telah terdaftar dan berlabel;
b.
Pakan harus disediakan secara
cukup dan berkualitas, baik berupa pakan hijauan maupun pakan konsentrat. Pakan
hijauan dapat berasal dari rumput, leguminosa, dan hasil samping pertanian;
c.
Pakan konsentrat sebagai
sumber protein dan atau sumber energi tidak terkontaminasi mikroba, penyakit,
stimulan pertumbuhan, hormon, bahan kimia, obat-obatan, mycotoxin tidak melebihi
tingkat yang dipersyaratkan.
5.
Obat Hewan
Obat hewan yang digunakan
dapat berupa sediaan biologik, premik, farmasetik yang telah terdaftar dan obat
alami. Penggunaan obat hewan tertentu harus di bawah pengawasan dokter hewan
dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang obat hewan.
C.
Pemeliharaan
Beberapa
sistem usaha pembibitan sapi potong yang dapat dilakukan, yaitu
ekstensif/pastura (pengembalaaan), intensif dan/atau semi intensif.
1.
Pemeliharaan Dengan Sistem
Ekstensif (pastura)
Pada sistem pastura
pemeliharaan induk dengan anak dilakukan secara bersamaan (cow calf operation), setelah anaknya disapih, induk dimasukkan
dalam paddock perkawinan, dan anak dikelompokkan berdasarkan berat badan dan
umur sesuai dengan jenis kelamin dan rumpun.
a.
Pemeliharaan Pedet
Pada sistem ini pedet dijaga
dari kemungkinan gangguan penyakit dan aman dari kemungkinan kecelakaan
1)
Pedet dibiarkan selalu bersama
induknya sampai umur disapih yakni umur 205 hari;
2)
Pemberian kolustrum dan susu
atau bahan cair lain sebanyak 10 % dari berat hidup;
3)
Penimbangan berat badan, dan
pengukuran tinggi gumba, lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pinggul
dilakukan pada saat lahir dan disapih.
b.
Pemeliharaan Sapi Dara dan
Remaja (muda)
1)
Sapi ditempatkan di paddock
berdasarkan kelompor umur, jenis kelamin dan umur;
2)
Bagi sapi dara siap kawin
ditempatkan pada paddock khusus untuk perkawinan;
3)
Kapasitas tampung pasutra 1 –
2 ekor/hektar (tergantung kondisi pastura).
c.
Pemeliharaan Induk dan Calon
Induk
1)
Induk dan calon induk
ditempatkan pada satu paddock;
2)
Diberikan pakan dan
vitamin/mineral tambahan;
3)
Perkawinan dilakukan dengan
cara intensifikasi kawin alam dengan cara memasukkan pejantan yang telah diberi
penanda perkawinan dengan perbandingan 1 pejantan untuk 15 – 20 ekor betina.
Pejantan ditempatkan di dalam paddock kelompok betina selama 3 bulan dan
identitas pejantan di catat;
4)
Pengawasan dan pemeriksaan
kebuntingan dilakukan untuk memisahkan ternak yang menunjukkan kebuntingan dan
mengeluarkannya pada paddock terpisah;
5)
Induk yang tidak bunting
setelah 2 kali masa pemeriksaan kebuntingan maka dipisahkan untuk mendapatkan
penanganan gangguan reproduksi;
6)
Induk yang tidak bunting
setelah 3 kali masa pemeriksaan kebuntingan di afkir.
d.
Pemeliharaan Sapi Bunting
1)
Sapi bunting ditempatkan pada
paddock terpisah, diberi pakan dan vitamin/mineral tambahan;
2)
Pengawasan dilakukan untuk
penanganan sapi yang memperlihatkan tanda-tanda akan melahirkan
3)
Penanganan Kelahiran :
a)
Apabila terlihat gejala
kesulitan beranak, segera minta bantuan pertolongan kepada petugas tenaga
medis.
b)
Dilakukan pencatatan induk:
kondisi, jenis partus, tanggal melahirkan, status kelahiran.
c)
Dilakukan pencatatan anak :
tanggal lahir, berat lahir, tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada dan
silsilah.
e.
Pemeliharaan Calon Pejantan
1)
Sapi calon pejantan
dikelompokkan pada paddock tersendiri berdasarkan umur dan berat badan.
2)
Diberikan pakan dan
vitamin/mineral tambahan.
f.
Pemeliharaan Pejantan
1)
Ditempatkan pada paddock
tersendiri agar kondisinya terjaga
2)
Pemberian pakan konsentrat
sesuai dengan SNI No. 3148.2 :2009 agar
dapat menghasilkan sperma dengan kualitas baik.
3)
Penjantan yang sedang
digunakan untuk intensifikasi kawin alam dipantau kesehatannya, dan segera
dikeluarkan dari paddock apabila menunjukkan kelemahan untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut.
4)
Perawatan secara khusus adalah
dimandikan dan kontrol kesehatan.
5)
Penggunaan pejantan dalam
perkawinan perlu diatur agar tidak mengawini keturunannya.
2.
Pemeliharaan dengan Sistem
Intensif dan/atau Semi Intensif
Dengan sistem ini ternak dikandangkan
dan/atau ternak digembalakan. Saat digembalakan ternak dengan katagori induk
siap kawin dan pejantan dipisahkan dari anak, muda dan induk menyusui.
a.
Pemeliharaan dan Perawatan
Pedet
Pedet dipelihara dan dirawat
secara khusus,yakni menjaga pedet terhadap gangguan penyakit dan keamanan
terhadap kecelakaan.
1)
Penanganan Kelahiran Pedet
a)
Setelah pedet lahir segera
dilakukan :
-
Bersihkan lendir dari mulut,
lubang hidung dan bagian lainnya, agar pedet dapat bernapas dengan baik.
-
Tali pusar dipotong 10 cm dari
pangkal talinya dan diberi antiseptik.
-
Dilakukan pemantauan kondisi
pedet apabila lebih kurang tiga puluh menit sesudah lahir pedet belum dapat
berjalan dan menyusu, maka harus dibantu.
-
Apabila induk tidak dapat
menyusui maka pedet diberi susu dari induk lain atau susu pengganti.
-
Pedet diberi air susu
(kolustrum) dalam minggu pertama, selain sebagai pakan juga berguna untuk
membersihkan saluran pencernaan pedet dan memberikan kekebalan alami pada
pedet.
b)
Tempat pedet berbaring harus
diberi alas yang bersih dan hangat
2)
Dilakukan penimbangan berat
badan, pengukuran tinggi pundak (gumba), lingkar dada, panjang badan, setelah
pedet mampu
3)
Pedet dibiarkan bersama induk
sampai pedet disapih kira-kira sampai umur 205 hari.
b.
Pemeliharaaan dan Perawatan
Sapi Dara dan Muda
1)
Setelah sapi disapih umur 205
hari, dapat dilakukan pengeluhan (ring nose) agar sapi mudah dikendalikan dalam
penanganan.
2)
Ditempatkan dalam kandang
berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan rumpun.
3)
Pemberian pakan sesuai dengan
standar.
c.
Pemeliharaan dan Perawatan
Calon Induk
1)
Ditempatkan dalam kandang
tersendiri berdasarkan kelompok umur dan rumpun.
2)
Pemberian pakan sesuai dengan
standar.
3)
Dikawinkan pada birahi ke dua,
dengan umur dan berat badan yang memenuhi syarat untuk dikawinkan sesuai
rumpunnya.
4)
Perkawinan dianjurkan dengan
cara IB atau dapat pula dilakukan kawin alam. Pencatatan kode semen dan
pejantan yang digunakan harus dilakukan.
5)
Apabila perkawinan IB dua kali
gagal maka dianjurkan kawin alam
d.
Pemeliharaan dan Perawatan
Induk Bunting
1)
Sapi yang sedang bunting harus
dipisahkan dari sapi lainnya.
2)
Untuk memudahkan pemeliharaan
dan perawatan, induk bunting dikelompokkan dalam tiga fase yakni:
a)
Bunting muda (1-5 bulan)
diberikan pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi.
b)
Bunting tua (> 5-8 bulan)
kuantitas dan kualitas pakan sesuai kebutuhan dan penambahan energi didalam
pakannya.
c)
Menjelang beranak (> 8
bulan) kuantitas dan kualitas pakan sesuai kebutuhan campuran dari 2- 3 kg
konsentrat dengan 4 – 6 kg dedak padi/jagung ; 1 kg kulit kopi dan hijauan
segar atau jerami padi kering, induk dimasukkan kedalam kandang melahirkan yang
kering dan terang serta exercise harus dilakukan.
e.
Pemeliharaan dan perawatan
Induk Melahirkan
1)
Apabila terlihat gejala akan
melahirkan maka dilakukan pengawasan secara intensif.
2)
Jika mengalami kesulitan
beranak, segera minta pertolongan pada petugas.
3)
Pakan hijauan dan konsentrat
diberikan lebih dari kebutuhan pokok, agar dapat mempercepat proses perbaikan
kesehatan.
f.
Pemeliharaan calon pejantan
dan pejantan
1)
Ditempatkan pada kandang
khusus secara tersendiri agar kondisinya terjaga.
2)
Agar dapat menghasilkan sperma
dengan kualitas baik, pejantan diberi pakan khusus.
3)
Pejantan yang sedang digunakan
untuk intensifikasi kawin alam dipantau kesehatannya, dan segera dikeluarkan
dari kandang apabila menunjukan kelemahan untuk mendapatkan penanganan lebih
lanjut.
4)
Penggunaan pejantan dalam
perkawinan perlu diatur agar tidak mengawini anaknya.
D.
Produksi Bibit
Produksi bibit sapi potong
dilakuakn melalui pemurnian menggunakan sistem breeding dengan mengawinkan bangsa/rumpun sapi yang sejenis dengan
cara IB atau kawin alam. Perbaikan mutu bibit dilakukan dengan cara seleksi,
uji performan dan uji zuriat.
E.
Seleksi Bibit
Seleksi bibit sapi potong
dilakukan berdasarkan calon bibit sapi potong tersebut, dengan mempergunakan
kriteria seleksi sebagai berikut :
1.
Sapi Induk
a.
Sapi induk harus dapat
menghasilkan anak secara teratur ;
b.
Dapat melahirkan anak tidak
cacat dan mempunyai rasio bobot sapih umur 205 hari (weaning weight ratio) di
atas rata-rata dari kelompoknya.
2.
Calon Pejantan
a.
Bobot sapih umur 205 hari
terkonteraksi terhadap umur induk dan musim kelahiran, diatas rata-rata dari
kelompoknya;
b.
Bobot badan umur 365 hari
diatas rata-rata;
c.
Pertambahan bobot badan umur 2
tahun diatas rata-rata;
d.
Libido dan kualitas sperma
baik;
e.
Penampilan fenotipe sesuai
dengan rumpunnya.
3.
Calon Induk
a.
Bobot sapih umur 205 hari
terkoreksi terhadap umur induk dan musim kelahiran, diatas rata-rata dari
kelompok;
b.
Bobot badan umur 365 hari
diatas rata-rata;
c.
Penampilan fenotipe sesuai
dengan rumpunnya.
F.
Perkawinan
Dalam upaya memperoleh bibit
yang sesuai standar, teknik perkawinan dapat dilakukan dengan cara
intensifikasi kawin alam atau inseminasi buatan (IB);
1.
Pada kawin alam rasio jantan
banding betina diusahakan 1 : (15-20 ekor);
2.
Perkawinan dengan IB memakai
semen beku sesuai SNI atau semen cair dari pejantan yang sudah teruji
kualitasnya dan dinyatakan bebas dari penyakit hewan menular;
3.
Dalam pelaksanaan kawin alam
atau IB harus dilakukan pengaturan penggunaan pejantan atau semen untuk
menghindari terjadinya perkawinan sederhana (inbreeding).
G.
Ternak Pengganti dan Afkir
Ternak pengganti dan afkir
dilakukan sebagai berikut :
1.
Calon bibit betina dipilih
12,5% terbaik untuk replacement,
12,5% pengembangan populasi kawasan, 65% dijual ke luar kawasan sebagai bibit
dan 10% dijual sebagai ternak afkir;
2.
Calon bibit jantan dipilih 10%
terbaik pada umur sapih dan dimasukan pada uji performan, 40% dijual keluar
kawasan sebagai bibit dan 50% sisanya dijual sebagai ternak potong setelah
dikastrasi;
3.
Sapi betina tua (12,5%)
dikeluarkan sebagai ternak afkir.
H.
Pencatatan (Recording)
Setiap usaha pembibitan sapi
potong hendaknya melakukan pencatatan meliputi :
1.
Rumpun,
2.
Identitas,
3.
Silsilah,
4.
Perkawinan (tanggal, pejantan/kode
semen, IB/kawin alam, induk),
5.
Induk melahirkan (tanggal,
tunggal/kembar, normal/distokia),
6.
Pedet lahir (tanggal,
tunggal/kembar, bobot lahir, jenis kelamin, induk, pejantan/kode semen, tinggi
gumba, panjang badan),
7.
Penyapihan (tanggal, bobot
sapih, tinggi gumba, panjang badan),
8.
Vaksinasi, pengobatan
(tanggal, perlakuan/treatment),
9.
Mutasi (pemasukan dan
pengeluaran).
Contoh kartu ternak
sebagaimana Format 3.
BAB. V
KEMAJUAN KEGIATAN PEMBIBITAN
Seluruh kelompok penerima
melaksanakan kegiatan pembibitan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembibitan
yang mengacu kepada Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembibitan Sapi Potong yang
baik (Good Breeding Practice).
Kemajuan pembibitan yang dilakukan oleh kelompok dapat dipantau dari aspek
teknis dan nonteknis.
A.
Aspek Teknis
Untuk aspek teknis kemajuan
kegiatan pembibitan dapat dipantau dari sisi manajemen, perkembangan populasi,
produktivitas dan reproduktivitas.
1.
Manajemen
a.
Perkandangan
b.
Pemeliharaan
c.
Pengelolaan limbah
d.
Pengendalian penyakit dll
2.
Perkembangan populasi
a.
Struktur populasi
b.
Kelahiran dan kematian
c.
Mutasi
3.
Produktivitas
a.
ADG pedet
b.
Bobot lahir pedet
c.
Bobot sapih
d.
Umur sapih
4.
Reproduktivitas
a.
Umur pertama beranak
b.
S/C
c.
Jarak beranak
d.
Frekwensi beranak
B.
Aspek Nonteknis
Untuk aspek nonteknis kemajuan
kegiatan pembibitan dapat dipantau berdasarkan kinerja kelompok peternak
meliputi dinamika kelompok dan penerapan administrasi.
1.
Dinamika kelompok
a.
Tingkat kehadiran anggota
dalam setiap pertemuan
b.
Permasalahan yang dapat diidentifikasi
c.
Stabilitas dan solidaritas
kelompok
2.
Penerapan administrasi
a.
Laporan keuangan bulanan dan
tahunan
b.
Jumlah tamu yang hadir per
bulan
c.
Dokumentasi hasil rapat
kelompok
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGORGANISASIAN
A.
Pembinaan
Dalam upaya meningkatkan mutu
bibit sapi potong, kelompok peternak memperoleh pembinaan/bimbingan dari Tim
Teknis Kabupaten/Kota. Pembinaan meliputi pembinaan teknis dan pembinaan
nonteknis yang dilakukan secara intensif dan berkelanjutan.
Selain itu pembinaan teknis
dalam rangka meningkatkan kompetensi para peternak dalam menjalankan kegiatan
pembibitan dapat dilakukan melalui bimbingan teknis (bimtek). Pada tahun 2013
bimtek dapat dilaksanakan di UPT Perbibitan Direktorat Jenderal Peternakan dan
kesehatan Hewan sebagai berikut :
a.
BPTU Sapi Aceh Indrapuri
b.
BPTU Sapi Potong Padang
Mengatas
c.
BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam
Sembawa
d.
BPTU Sapi Bali
Bimtek dapat pula dilaksanakan
di Unit Pembibitan lainnya yang memiliki kompetensi dalam pembibitan sapi
potong.
Lokasi bimbingan teknis disesuaikan
dengan alokasi dana dari masing-masing provinsi/kabupaten/kota.
Adapun syarat Peserta
Bimbingan Teknis pembibitan sebagai berikut :
a.
Bagi kelompok, peserta
bimbingan teknis pembibitan adalah ketua / sekretaris / bensahara / seksi dan
satu orang anggota kelompok yang akan ditunjuk sebagai petugas rekorder.
b.
Khusus untuk petugas rekorder
atau calon rekorder berpendidikan minimal SLTA dan mampu mengoperasikan
komputer.
c.
Bagi petugas pendamping,
menunjukan surat tugas dari dinas provinsi atau kabupaten/kota sebagai calon
petugas pendamping berpendidikan minimal SLTA dan mampu mengoperasikan
komputer.
Pembinaan non teknis dilakukan
dengan bimbingan secara langsung terhadap penerapan administrasi kelompok yang
baik, meliputi : Laporan keuangan bulanan dan tahunan, jumlah tamu yang hadir
per bulan dan dokumentasi hasil rapat kelompok.
B.
Pengorganisasian
Untuk kelancaran kegiatan ini
di tingkat Pusat dibentuk Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan, di tingkat Provinsi dibentuk Tim Pembina Provinsi dan pada
tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Tim teknis kabupaten/Kota.
1.
Tim Pusat Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan
Tim Pusat Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan beranggotakan para wakil dari eselon dua terkait
lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dengan tugas
sebagai berikut:
a.
Menyusun Pedoman Pembibitan
sapi Potong Tahun 2013.
b.
Melakukan koordinasi,
sosialisasi dan pemantauan pelaksanaan kegiatan.
c.
Melaporkan kepada Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan perkembangan pelaksanaan kegiatan.
2.
Tim Pembina Propinsi
a.
Menyusun JUKLAK Pembibitan
Sapi Potong tahun 2013 dengan mengacu kepada pedoman pelaksanaan ini.
b.
Melakukan koordinasi,
sosialisasi dan pemantauan pelaksanaan kegiatan dengan instansi terkait di
tingkat pusat, provinsi dan kabupaten.
c.
Melakukan koordinasi dalam
pembinaan dan membantu mengatasi permasalahan di lapangan.
d.
Menyusun dan melaporkan
perkembangan pelaksanaan kegiatan yang disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi
untuk kemudian diteruskan ke Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan.
3.
Tim Teknis Kabupaten/Kota
Tim Teknis Kabupaten/Kota
beranggotakan wakil dari Dinas Kabupaten/Kota dan petugas lapangan, dengan
tugas sebagai berikut:
a.
Menyusun Petunjuk Teknis
(JUKNIS) Pembibitan Sapi Potong tahun2013 dengan mengacu kepada JUKLAK dari
provinsi dan pedoman pelaksanaan dari pusat.
b.
Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan dengan Dinas Provinsi dan
instansi terkait di tingkat Kabupaten.
c.
Melakukan pendampingan, pemantauan
dan pengendalian terhadap pelaksanaan pembibitan sapi potong di lapangan.
d.
Memastikan bahwa setiap
kelompok melakukan pencatatan/recording perkawinan, perkembangan, pengukuran
ternak serta hal-hal lain yang relevan.
e.
Membuat laporan perkembangan untuk
disampaikan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan diteruskan kepada Dinas
Provinsi serta Direktorat Jenderal peternakan dan kesehatan Hewan.
4.
Kelompok Peternak
Kelompok peternak mempunyai
kewajiban sebagai berikut :
a.
Melakukan pemeliharaan ternak dengan
baik dan menerapkan prinsip-prinsip pembibitan (antara lain melakukan
pencatatan/rekording ternak dan seleksi) yang dibuktikan dengan Surat
Pernyataan.
b.
Melakukan perkawinan ternak
dengan pejantan/semen beku unggul yang serumpun.
c.
Mengikuti bimbingan dan
pembinaan dari Tim Pembina/Tim Teknis
d.
Semua aset yang sudah
dilimpahkan ke kelompok merupakan tanggung jawab kelompok.
BAB VII
PENGENDALIAN DAN INDIKATOR
KEBERHASILAN
A.
Pengendalian
Pengendalian kegiatan dilakukan oleh SKPD yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten. Pengawasan fungsional (Inspektorat Jenderal, Badan
Pengawas Daerah maupun lembaga/instansi pengawas lainnya) dan pengawasan serta
pengendalian dapat dilakukan setiap saat selama kegiatan.
B.
Indikator Keberhasilan
1.
Indikator Input
Tersediannya dana yang di
alokasikan pada masing-masing satker provinsi dan kabupaten.
a)
Jumlah kelompok yang menerapkan
prinsip-prinsip pembibitan sebanyak 165
kelompok.
b)
Jumlah sapi potong yang
memenuhi SNI/PTM sebanyak 3.300 ekor.
2. Indikator
Hasil (Outcomes)
a)
Meningkatnya produktivitas sapi potong
melalui penerapan prinsip-prinsip pembibitan.
b)
Meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan anggota kelompok di bidang pembibitan.
BAB VIII
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
A.
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kegiatan, dimaksudkan untuk mengetahui secara akurat
realisasi fisik dan keuangan. Disamping itu untuk mengetahui kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan kegiatan mulai dari Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan
kelompok serta memberikan saran alternatif pemecahan masalah.
Untuk menjaga transparansi penggunaan dana, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi
secara intensif dan berjenjang. Hasil monitoring dan evaluasi diformulasikan menjadi laporan,
yang memuat data dan informasi sebagai bahan kebijakan selanjutnya.
B.
Pelaporan
1.
Kelompok wajib membuat laporan pelaksanaan
kegiatan setiap bulan kepada Dinas Kabupaten/Kota.
2.
Dinas
Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi seluruh laporan yang diterima dari
kelompok dan melaporkan setiap bulan kepada Dinas
Provinsi.
3.
Dinas Provinsi melaporkan setiap 3 bulan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan c.q. Direktur Pembibitan Ternak.
4.
Format laporan perkembangan
ternak seperti pada format 4.
BAB IX
PENUTUP
Petunjuk Teknis Pelaksanaan (Juknis) ini
disusun sebagai acuan bagi pelaksanaan kegiatan Pembibitan Sapi Potong oleh Tim Teknis dan Petugas di
lapangan.
Kuala Pembuang, Maret 2013
KepalaDinasPertaniandanPeternakan
KabupatenSeruyan
Ir. H.
PRIYO WIDAGDO., MM
Pembina Utama Muda ( IV/C )
NIP. 19620115 199103 1
004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar