Selasa, 16 April 2013

JUKNIS PEMBIBITAN SAPI POTONG


BAB I
PENDAHULUAN


Dalam rangka mendukung Program Swasembada daging Sapi/Kerbau Tahun 2014 (PSDS/K-2014), khususnya untuk swasembada daging sapi, diperlukan ketersediaan bibit ternak sapi potong yang berkelanjutan. Untuk memenuhi ketersediaan bibit tersebut, perlu dilakukan pembibitan ternak dalam suatu kawasan sentra produksi sapi potong yang sebagian besar dikelola masyarakat peternak. Kegiatan pembibitan dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan populasi ternak bibit, relatif akan efesien apabila dilaksanakan melalui pemberdayaan kelompok.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Direktorat Perbibitan Ternak tahun 2013 telah mengalokasikan anggaran melalui dana dekonsterasi/tugas pembantuan di provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan pembibitan sapi potong dalam rangka memperkuat usaha kelompok pembibitan dan meningkatkan populasi sapi potong di Indonesia.   

Sehubungan dengan hal tersebut untuk mengoptimalkan pembibitan sapi potong ini, diperlukan keterpaduan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam pelaksanaan bimbingan terhadap kelompok peternak penerima. Pembibitan sapi potong ini dilakukan oleh kelompok peternak terseleksi dengan mekanisme bantuan sosial dan memenuhi kriteria lokasi, kriteria kelompok, tata cara seleksi kelompok dan seleksi ternak yang ditentukan dalam Pedoman Teknis ini.

A.     Maksud, Tujuan dan Keluaran
1.       Maksud
Maksud disusunnya Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pembibitan Sapi Potong  Tahun 2013 :
Sebagai acuan bagi pelaksanaan yang menangani kegiatan Pembibitan Sapi Potong Tahun 2013.
2.       Tujuan Kegiatan :
a.    Menumbuhkan dan menstimulasi peternak secara individu maupun kelompok peternak dalam menerapkan prinsip-prinsip pembibitan;
b.    Meningkatkan produktivitas sapi potong;
c.    Menumbuhkan wilayah sumber bibit sapi potong.
3.       Keluaran
Keluaran dari kegiatan ini adalah terbentuknya kelompok Pembibitan Sapi Potong, Meningkatkan produktivitas sapi potong dan tuumbuhnya wilayah sumber bibit sapi potong.

B.    Pengertian

Dalam petunjuk  teknis ini, yang dimaksud dengan :
1.       Wilayah sumber bibit ternak adalah suatu kawasan agroekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administrasi pemerintah dan mempunyai potensi untuk pengembangan bibit dari jenis atau rumpun atau galur ternak tertentu.
2.       Pembibitan adalah serangkaian kegiatan pembudidayaan untuk menghasilkan bibit sesuai pedoman pembibitan ternak yang baik.
3.       Bibit ternak yang selanjutnya disebut bibit adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakan.
4.       Rumpun ternak adalah segolongan ternak dari suatu spesies yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat diwariskan pada keturunannya.
5.       Tim pusat adalah kelompok kerja yang terdiri atas unsur Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan Pakar di tetapkan dengan Surat Keputusan  .
6.       Tim Teknis Kabupaten/Kota adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur Dinas Kabupaten/Kota dan di tetapkan dengan Surat Keputusan  Kepala Kabupaten/Kota.
7.       Tim Pembina Provinsi adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur Dinas Provinsi  dan di tetapkan dengan Surat Keputusan  Kepala Dinas provinsi
8.       Recording/pencatatan adalah suatu kegiatan yang meliputi identifikasi, pencatatan silsilah, pencatatan produksi dan reproduksi, pencatatan manajemen pemeliharaan dan kesehatan ternak dalam populasi terpilih.
9.       Rekorder adalah petugas yang melakukan pencatatan individu ternak
10.   Populasi terpilih adalah kumpulan ternak dengan rumpun sama yang dipelihara dalam satu  wilayah yang terdiri atas beberapa kelompok atau gabungan kelompok.
11.   Produktivitas adalah kemampuan seekor ternak untuk menghasilkan produksi yang optimal per satuan waktu.
12.   Ternak asli adalah ternak yang kerabat liarnya berasal dari Indonesia, dan proses domestikasinya terjadi di Indonesia.
13.   Ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar negeri yang telah dikembangbiakan di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang telah beradaptasi pada lingkungan dan/atau manajemen setempat.
14.   Standart Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut SNI adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait.
15.   Persyaratan Teknis Minimal yang selanjutnya disebut PTM adalah batasan terendah dari spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
16.   Dinas adalah instansi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di Provinsi/kabupaten/Kota.

C.       Ruang lingkup
Ruang lingkup petunjuk teknis pelaksanaan ini meliputi:
1.       Pelaksanaan kegiatan.
2.       Pemanfaatan pendanaan.
3.       Teknis pembibitan sapi potong.
4.       Kemajuan kegiatan pembibitan.
5.       Pembinaan dan pengorganisasian.
6.       Pengawasan dan indikator keberhasilan.
7.       Monitoring, evaluasi dan pelaporan


BAB II
PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN KEGIATAN


Kegiatan Pembibitan Sapi Potong tahun 2013 dialokasikan pada 26 satker peovinsi dan 20 Satker Kabupaten (Format 1). Kegiatan ini dilaksanakan oleh kelompok peternak di Kabupaten/Kota yang pembinaannya dilakukan secara berjenjang mulai dari pusat sampai dengan daerah. Anggaran pembinaan di daerah dialokasikan pada anggaran dekonsentrasi yang pemanfaatannya juga meliputi untuk pembina di tingkat Kabupaten/Kota.

A.     Persiapan
1.         Perencanaan Operasional
Perencanaa  operasional Kegiatan Pembibitan Sapi Potong tahun anggaran 2013 dituangkan ke dalam Pedoman Teknis yang disusun oleh Tim Pusat, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang disusun oleh Tim  Pembina Provinsi dan Petunjuk Teknis (Juknis) kegiatan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota mengacu pada Pedoman Pelaksanaan.
2.         Sosialisasi Kebijakan dan Kegiatan
a.       Sosialisasi Kegiatan Pembibitan Sapi Potong tahun 2013 dilakukan oleh pelaksana pusat kepada provinsi dan ditindak lanjuti oleh provinsi dan kabupaten/kota kepada kelompok yang menjadi sasaran yang dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung dilaksanakan melalui rapat koordinasi dan pembinaan  kegiatan Pembibitan Sapi Potong tahun 2013 dan berjenjang mulai dari Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota sampai  tingkat lapangan. Sosialisasi secara tidak langsung dilaksanakan melalui bahan publikasi ( antara lain : leaflet, brosur,poster).
3.         Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Pembibitan Sapi Potong  Tahun 2013 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
1.       Rumpun Sapi
Rumput Sapi Potong yang dikembangkan meliputi sapi Bali/PO/Pesisir/Brahman Indonesia.

2.       Kualifikasi Sapi
a.    Sapi Potong dalam kegiatan pembibitan ini harus sesuai dengan standar Nasional Indonesia (SNI) Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) atau Persyaratn Teknis Minimal (PTM) seperti Format 2.
b.    Sapi Potong yang akan diadakan harus memiliki surat keterangan layak bibit yang di keluarkan oleh dinas.

3.       Lokasi Kelompok
a.       Dalam kawasan padat ternak Sapi Potong dengan rumpun sama, yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi wilayah sumber bibit Sapi Potong.
b.       Didukung oleh ketersediaan sumber pakan lokal dan air, serta bukan merupakan daerah endemis penyakit hewan menular.
c.       Terdapat petugas teknis peternakan dan kesehatan hewan.
d.       Mudah dijangkau dalam pembinaan.

4.       Kelompok Peternak
a.       Minimal kelompok tingkat lanjut dan/atau berprestasi di tingkat kabupaten/kota.
b.       Memiliki minimal 30 ekor induk dengan rumpun sama.
c.       Diutamakan ada anggota kelompok berpendidikan minimal SLTA/sederajat.
d.       Melakukan pencatatan produktivitas.
e.       Jumlah anggota minimal 20 orang.
f.        Telah/sanggup mengikuti pelatihan di bidang perbibitan.
g.       Tidak mendapatkan penguatan modal yang sejenis dari pemerintah pada tahun yang sama.
h.       Pengurus dan anggota kelompok tidak bermasalah dengan perbankan.
i.         Telah mengajukan proposal kepada pemerintah dan mendapat rekomendasi dari kepala dinas provinsi/kabupaten/kota.

5.       Tata cara Seleksi Lokasi dan Kelompok Peternak
Proses seleksi calon lokasi dan calon kelompok peternak dilakukan oleh TIM Dinas Provinsi/kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB III
PEMANFAATAN DANA


Pemanfaatan dana digunakan antara lain untuk :

A.     Komponen Utama
Pemanfaatan dana untuk komponen utama minimal 90 % yang dialokasikan untuk :
1.    Pembelian/pengadaan sapi potong termasuk biaya transport dan pengujian kesehatan hewan dan surat keterangan layak bibit .

2.    Pembelian/pengadaan sarana recording ; timbangan ternak, pita ukur ternak, tongkat ukur ternak, kartu ternak, papan individu ternak, papan nama kelompok, alat foto/kamera sederhana dll.

B.       Komponen Pendukung
Pemanfaatan dana untuk komponen pendukung  minimal 10 % yang dapat dialokasikan antara lain untuk :

1.    Operasional recorder, kelompok dan pendampingan.
2.    Peningkatan dan pengembangan kemampuan kelompok (pelatihan SDM kelompok, konsultasi).
3.    Sarana produksi, antara lain: pakan. Obat-obatan, jasa pelayanan perkawinan dan pemeriksaan kesehatan hewan.
4.    Administrasi lainnya.
Penguatan modal usaha kelompok yang diberikan merupakan stimulan bagi peternak secara individu maupun kelompok dalam melaksanakan kegiatan pembibitan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembibitan. Kelompok harus menyediakan sarana produksi seperti lahan, kandang, pakan hijau, pakan konsentrat dan pendukung lainnya.

BAB IV
TEKNIS PEMBIBITAN SAPI POTONG

Kelompok penerima kegiatan ini harus melakukan teknis pembibitan sesuai dengan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembibitan Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practice/GBP), maka hal-hal yang harus dilakukan antara lain:

A.       Prasarana

1.         Lokasi
Lokasi Pembibitan Sapi Potong harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.    Sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) daerah setempat;
b.    Mempunyai potensi sebagai sumber bibit  Sapi Potong;
c.    Mempunyai akses transportasi.

2.         Lahan
Letak dan ketinggian lokasi dari wilayah sekitarnya memperhatikan topografi dan fungsi lingkungan serta bebas dari bakteri patogen terutama bakteri anthrax dan brucellosis yang dapat membahayakan ternak dan manusia.

3.         Sumber Air
a.    Tersedianya sumber air bersih yang memenuhi persyaratan baku mutu air sesuai dengan peruntukannya;
b.    Sumber air tersebut dapat digunakan sepanjang tahun dalam jumlah yang mencukupi untuk keperluan ternak.

B.       Sarana
1.         Bangunan
a.       Bangunan yang diperlukan:
1)    Kandang;
2)    Tempat Penyimpanan Pakan;
3)    Tempat penampungan dan/atau pengolahan limbah.

b.       Persyaratan Tata Letak Kandang
Kandang harus terletak ditempat kering dan tidak tergenang air saat hujan serta cukup sinar matahari.

c.       Persyaratan Teknis Kandang
1)    Kontruksi kandang harus kuat;
2)    Terbuat dari bahan ekonomis dan mudah didapat;
3)    Sirkulasi udara dan sinar matahari cukup;
4)    Drainase dan saluran pembuangan limbah baik serta mudah dibersihkan;
5)    Lantai rata, tidak licin, tidak kasar, mudah kering dan tahan injak;
6)    Luas kandang memenuhi persyaratan daya tampung dan memiliki area untuk gerak.


2.         Peralatan
a.       Peralatan kandang antara lain: tempat pakan, tempat minum, sapu lidi dan sekop;
b.       Peralatan pemotong rumput antara lain: arit dan golok;
c.       Peralatan pencatatan antara lain: pita ukur, tongkat ukur, buku recording dan formulir pencatatan;
d.       Peralatan identitas ternak antara lain: eartage dan kalung.

3.         Bibit Ternak
Bibit ternak yang digunakan untuk pembibitan sapi potong harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

4.         Pakan
a.       Pakan yang diberikan berasal dari pakan yang diolah sendiri atau pakan yang telah terdaftar dan berlabel;
b.       Pakan harus disediakan secara cukup dan berkualitas, baik berupa pakan hijauan maupun pakan konsentrat. Pakan hijauan dapat berasal dari rumput, leguminosa, dan hasil samping pertanian;
c.       Pakan konsentrat sebagai sumber protein dan atau sumber energi tidak terkontaminasi mikroba, penyakit, stimulan pertumbuhan, hormon, bahan kimia, obat-obatan, mycotoxin tidak melebihi tingkat yang dipersyaratkan.

5.         Obat Hewan
Obat hewan yang digunakan dapat berupa sediaan biologik, premik, farmasetik yang telah terdaftar dan obat alami. Penggunaan obat hewan tertentu harus di bawah pengawasan dokter hewan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang obat hewan.

C.       Pemeliharaan

Beberapa sistem usaha pembibitan sapi potong yang dapat dilakukan, yaitu ekstensif/pastura (pengembalaaan), intensif dan/atau semi intensif.

1.       Pemeliharaan Dengan Sistem Ekstensif (pastura)
Pada sistem pastura pemeliharaan induk dengan anak dilakukan secara bersamaan (cow calf operation), setelah anaknya disapih, induk dimasukkan dalam paddock perkawinan, dan anak dikelompokkan berdasarkan berat badan dan umur sesuai dengan jenis kelamin dan rumpun.

a.       Pemeliharaan Pedet
Pada sistem ini pedet dijaga dari kemungkinan gangguan penyakit dan aman dari kemungkinan kecelakaan
1)         Pedet dibiarkan selalu bersama induknya sampai umur disapih yakni umur 205 hari;
2)         Pemberian kolustrum dan susu atau bahan cair lain sebanyak 10 % dari berat hidup;
3)         Penimbangan berat badan, dan pengukuran tinggi gumba, lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pinggul dilakukan pada saat lahir dan disapih.
b.       Pemeliharaan Sapi Dara dan Remaja (muda)
1)         Sapi ditempatkan di paddock berdasarkan kelompor umur, jenis kelamin dan umur;
2)         Bagi sapi dara siap kawin ditempatkan pada paddock khusus untuk perkawinan;
3)         Kapasitas tampung pasutra 1 – 2 ekor/hektar (tergantung kondisi pastura).

c.       Pemeliharaan Induk dan Calon Induk
1)         Induk dan calon induk ditempatkan pada satu paddock;
2)         Diberikan pakan dan vitamin/mineral tambahan;
3)         Perkawinan dilakukan dengan cara intensifikasi kawin alam dengan cara memasukkan pejantan yang telah diberi penanda perkawinan dengan perbandingan 1 pejantan untuk 15 – 20 ekor betina. Pejantan ditempatkan di dalam paddock kelompok betina selama 3 bulan dan identitas pejantan di catat;
4)         Pengawasan dan pemeriksaan kebuntingan dilakukan untuk memisahkan ternak yang menunjukkan kebuntingan dan mengeluarkannya pada paddock terpisah;
5)         Induk yang tidak bunting setelah 2 kali masa pemeriksaan kebuntingan maka dipisahkan untuk mendapatkan penanganan gangguan reproduksi;
6)         Induk yang tidak bunting setelah 3 kali masa pemeriksaan kebuntingan di afkir.

d.       Pemeliharaan Sapi Bunting
1)         Sapi bunting ditempatkan pada paddock terpisah, diberi pakan dan vitamin/mineral tambahan;
2)         Pengawasan dilakukan untuk penanganan sapi yang memperlihatkan tanda-tanda akan melahirkan
3)         Penanganan Kelahiran :
a)         Apabila terlihat gejala kesulitan beranak, segera minta bantuan pertolongan kepada petugas tenaga medis.
b)         Dilakukan pencatatan induk: kondisi, jenis partus, tanggal melahirkan, status kelahiran.
c)         Dilakukan pencatatan anak : tanggal lahir, berat lahir, tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada dan silsilah.

e.       Pemeliharaan Calon Pejantan
1)         Sapi calon pejantan dikelompokkan pada paddock tersendiri berdasarkan umur dan berat badan.
2)         Diberikan pakan dan vitamin/mineral tambahan.

f.        Pemeliharaan Pejantan
1)         Ditempatkan pada paddock tersendiri agar kondisinya terjaga
2)         Pemberian pakan konsentrat sesuai dengan SNI No. 3148.2  :2009 agar dapat menghasilkan sperma dengan kualitas baik.
3)         Penjantan yang sedang digunakan untuk intensifikasi kawin alam dipantau kesehatannya, dan segera dikeluarkan dari paddock apabila menunjukkan kelemahan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
4)         Perawatan secara khusus adalah dimandikan dan kontrol kesehatan.
5)         Penggunaan pejantan dalam perkawinan perlu diatur agar tidak mengawini keturunannya.

2.       Pemeliharaan dengan Sistem Intensif dan/atau Semi Intensif

Dengan sistem ini ternak dikandangkan dan/atau ternak digembalakan. Saat digembalakan ternak dengan katagori induk siap kawin dan pejantan dipisahkan dari anak, muda dan induk menyusui.

a.       Pemeliharaan dan Perawatan Pedet
Pedet dipelihara dan dirawat secara khusus,yakni menjaga pedet terhadap gangguan penyakit dan keamanan terhadap kecelakaan.

1)         Penanganan Kelahiran Pedet
a)         Setelah pedet lahir segera dilakukan :
-     Bersihkan lendir dari mulut, lubang hidung dan bagian lainnya, agar pedet dapat bernapas dengan baik.
-     Tali pusar dipotong 10 cm dari pangkal talinya dan diberi antiseptik.
-     Dilakukan pemantauan kondisi pedet apabila lebih kurang tiga puluh menit sesudah lahir pedet belum dapat berjalan dan menyusu, maka harus dibantu.
-     Apabila induk tidak dapat menyusui maka pedet diberi susu dari induk lain atau susu pengganti.
-     Pedet diberi air susu (kolustrum) dalam minggu pertama, selain sebagai pakan juga berguna untuk membersihkan saluran pencernaan pedet dan memberikan kekebalan alami pada pedet.
b)         Tempat pedet berbaring harus diberi alas yang bersih dan hangat
2)         Dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi pundak (gumba), lingkar dada, panjang badan, setelah pedet mampu
3)         Pedet dibiarkan bersama induk sampai pedet disapih kira-kira sampai umur 205 hari.

b.       Pemeliharaaan dan Perawatan Sapi Dara dan Muda
1)         Setelah sapi disapih umur 205 hari, dapat dilakukan pengeluhan (ring nose) agar sapi mudah dikendalikan dalam penanganan.
2)         Ditempatkan dalam kandang berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan rumpun.
3)         Pemberian pakan sesuai dengan standar.

c.       Pemeliharaan dan Perawatan Calon Induk
1)         Ditempatkan dalam kandang tersendiri berdasarkan kelompok umur dan rumpun.
2)         Pemberian pakan sesuai dengan standar.
3)         Dikawinkan pada birahi ke dua, dengan umur dan berat badan yang memenuhi syarat untuk dikawinkan sesuai rumpunnya.
4)         Perkawinan dianjurkan dengan cara IB atau dapat pula dilakukan kawin alam. Pencatatan kode semen dan pejantan yang digunakan harus dilakukan.
5)         Apabila perkawinan IB dua kali gagal maka dianjurkan kawin alam

d.       Pemeliharaan dan Perawatan Induk Bunting
1)         Sapi yang sedang bunting harus dipisahkan dari sapi lainnya.
2)         Untuk memudahkan pemeliharaan dan perawatan, induk bunting dikelompokkan dalam tiga fase yakni:
a)         Bunting muda (1-5 bulan) diberikan pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi.
b)         Bunting tua (> 5-8 bulan) kuantitas dan kualitas pakan sesuai kebutuhan dan penambahan energi didalam pakannya.
c)         Menjelang beranak (> 8 bulan) kuantitas dan kualitas pakan sesuai kebutuhan campuran dari 2- 3 kg konsentrat dengan 4 – 6 kg dedak padi/jagung ; 1 kg kulit kopi dan hijauan segar atau jerami padi kering, induk dimasukkan kedalam kandang melahirkan yang kering dan terang serta exercise harus dilakukan.

e.       Pemeliharaan dan perawatan Induk Melahirkan
1)         Apabila terlihat gejala akan melahirkan maka dilakukan pengawasan secara intensif.
2)         Jika mengalami kesulitan beranak, segera minta pertolongan pada petugas.
3)         Pakan hijauan dan konsentrat diberikan lebih dari kebutuhan pokok, agar dapat mempercepat proses perbaikan kesehatan.

f.        Pemeliharaan calon pejantan dan pejantan
1)         Ditempatkan pada kandang khusus secara tersendiri agar kondisinya terjaga.
2)         Agar dapat menghasilkan sperma dengan kualitas baik, pejantan diberi pakan khusus.
3)         Pejantan yang sedang digunakan untuk intensifikasi kawin alam dipantau kesehatannya, dan segera dikeluarkan dari kandang apabila menunjukan kelemahan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
4)         Penggunaan pejantan dalam perkawinan perlu diatur agar tidak mengawini anaknya.

D.       Produksi Bibit
Produksi bibit sapi potong dilakuakn melalui pemurnian menggunakan sistem breeding dengan mengawinkan bangsa/rumpun sapi yang sejenis dengan cara IB atau kawin alam. Perbaikan mutu bibit dilakukan dengan cara seleksi, uji performan dan uji zuriat.

E.        Seleksi Bibit
Seleksi bibit sapi potong dilakukan berdasarkan calon bibit sapi potong tersebut, dengan mempergunakan kriteria seleksi sebagai berikut :



1.    Sapi Induk
a.    Sapi induk harus dapat menghasilkan anak secara teratur ;
b.    Dapat melahirkan anak tidak cacat dan mempunyai rasio bobot sapih umur 205 hari (weaning weight ratio) di atas rata-rata dari kelompoknya.

2.    Calon Pejantan
a.    Bobot sapih umur 205 hari terkonteraksi terhadap umur induk dan musim kelahiran, diatas rata-rata dari kelompoknya;
b.    Bobot badan umur 365 hari diatas rata-rata;
c.    Pertambahan bobot badan umur 2 tahun diatas rata-rata;
d.    Libido dan kualitas sperma baik;
e.    Penampilan fenotipe sesuai dengan rumpunnya.

3.    Calon Induk
a.    Bobot sapih umur 205 hari terkoreksi terhadap umur induk dan musim kelahiran, diatas rata-rata dari kelompok;
b.    Bobot badan umur 365 hari diatas rata-rata;
c.    Penampilan fenotipe sesuai dengan rumpunnya.

F.        Perkawinan
Dalam upaya memperoleh bibit yang sesuai standar, teknik perkawinan dapat dilakukan dengan cara intensifikasi kawin alam atau inseminasi buatan (IB);

1.    Pada kawin alam rasio jantan banding betina diusahakan 1 : (15-20 ekor);

2.    Perkawinan dengan IB memakai semen beku sesuai SNI atau semen cair dari pejantan yang sudah teruji kualitasnya dan dinyatakan bebas dari penyakit hewan menular;

3.    Dalam pelaksanaan kawin alam atau IB harus dilakukan pengaturan penggunaan pejantan atau semen untuk menghindari terjadinya perkawinan sederhana (inbreeding).

G.       Ternak Pengganti dan Afkir
Ternak pengganti dan afkir dilakukan sebagai berikut :

1.    Calon bibit betina dipilih 12,5% terbaik untuk replacement, 12,5% pengembangan populasi kawasan, 65% dijual ke luar kawasan sebagai bibit dan 10% dijual sebagai ternak afkir;

2.    Calon bibit jantan dipilih 10% terbaik pada umur sapih dan dimasukan pada uji performan, 40% dijual keluar kawasan sebagai bibit dan 50% sisanya dijual sebagai ternak potong setelah dikastrasi;

3.    Sapi betina tua (12,5%) dikeluarkan sebagai ternak afkir.



H.       Pencatatan (Recording)
Setiap usaha pembibitan sapi potong hendaknya melakukan pencatatan meliputi :

1.    Rumpun,

2.    Identitas,

3.    Silsilah,

4.    Perkawinan (tanggal, pejantan/kode semen, IB/kawin alam, induk),

5.    Induk melahirkan (tanggal, tunggal/kembar, normal/distokia),

6.    Pedet lahir (tanggal, tunggal/kembar, bobot lahir, jenis kelamin, induk, pejantan/kode semen, tinggi gumba, panjang badan),

7.    Penyapihan (tanggal, bobot sapih, tinggi gumba, panjang badan),

8.    Vaksinasi, pengobatan (tanggal, perlakuan/treatment),

9.    Mutasi (pemasukan dan pengeluaran).

Contoh kartu ternak sebagaimana  Format 3.

BAB. V
KEMAJUAN KEGIATAN PEMBIBITAN

Seluruh kelompok penerima melaksanakan kegiatan pembibitan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembibitan yang mengacu kepada Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembibitan Sapi Potong yang baik (Good Breeding Practice). Kemajuan pembibitan yang dilakukan oleh kelompok dapat dipantau dari aspek teknis dan nonteknis.

A.       Aspek Teknis
Untuk aspek teknis kemajuan kegiatan pembibitan dapat dipantau dari sisi manajemen, perkembangan populasi, produktivitas dan reproduktivitas.

1.    Manajemen
a.       Perkandangan
b.       Pemeliharaan
c.       Pengelolaan limbah
d.       Pengendalian penyakit dll

2.    Perkembangan populasi
a.       Struktur populasi
b.       Kelahiran dan kematian
c.       Mutasi
3.    Produktivitas
a.       ADG pedet
b.       Bobot lahir pedet
c.       Bobot sapih
d.       Umur sapih

4.    Reproduktivitas
a.       Umur pertama beranak
b.       S/C
c.       Jarak beranak
d.       Frekwensi beranak

B.       Aspek Nonteknis
Untuk aspek nonteknis kemajuan kegiatan pembibitan dapat dipantau berdasarkan kinerja kelompok peternak meliputi dinamika kelompok dan penerapan administrasi.

1.       Dinamika kelompok
a.       Tingkat kehadiran anggota dalam setiap pertemuan
b.       Permasalahan yang dapat diidentifikasi
c.       Stabilitas dan solidaritas kelompok

2.       Penerapan administrasi
a.       Laporan keuangan bulanan dan tahunan
b.       Jumlah tamu yang hadir per bulan
c.       Dokumentasi hasil rapat kelompok


BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGORGANISASIAN

A.       Pembinaan
Dalam upaya meningkatkan mutu bibit sapi potong, kelompok peternak memperoleh pembinaan/bimbingan dari Tim Teknis Kabupaten/Kota. Pembinaan meliputi pembinaan teknis dan pembinaan nonteknis yang dilakukan secara intensif dan berkelanjutan.

Selain itu pembinaan teknis dalam rangka meningkatkan kompetensi para peternak dalam menjalankan kegiatan pembibitan dapat dilakukan melalui bimbingan teknis (bimtek). Pada tahun 2013 bimtek dapat dilaksanakan di UPT Perbibitan Direktorat Jenderal Peternakan dan kesehatan Hewan sebagai berikut :

a.       BPTU Sapi Aceh Indrapuri
b.       BPTU Sapi Potong Padang Mengatas
c.       BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa
d.       BPTU Sapi Bali



Bimtek dapat pula dilaksanakan di Unit Pembibitan lainnya yang memiliki kompetensi dalam pembibitan sapi potong.

Lokasi bimbingan teknis disesuaikan dengan alokasi dana dari masing-masing provinsi/kabupaten/kota.

Adapun syarat Peserta Bimbingan Teknis pembibitan sebagai berikut :
a.       Bagi kelompok, peserta bimbingan teknis pembibitan adalah ketua / sekretaris / bensahara / seksi dan satu orang anggota kelompok yang akan ditunjuk sebagai petugas rekorder.

b.       Khusus untuk petugas rekorder atau calon rekorder berpendidikan minimal SLTA dan mampu mengoperasikan komputer.

c.       Bagi petugas pendamping, menunjukan surat tugas dari dinas provinsi atau kabupaten/kota sebagai calon petugas pendamping berpendidikan minimal SLTA dan mampu mengoperasikan komputer.

Pembinaan non teknis dilakukan dengan bimbingan secara langsung terhadap penerapan administrasi kelompok yang baik, meliputi : Laporan keuangan bulanan dan tahunan, jumlah tamu yang hadir per bulan dan dokumentasi hasil rapat kelompok.

B.       Pengorganisasian

Untuk kelancaran kegiatan ini di tingkat Pusat dibentuk Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, di tingkat Provinsi dibentuk Tim Pembina Provinsi dan pada tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Tim teknis kabupaten/Kota.

1.       Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan beranggotakan para wakil dari eselon dua terkait lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dengan tugas sebagai berikut:
a.    Menyusun Pedoman Pembibitan sapi Potong Tahun 2013.
b.    Melakukan koordinasi, sosialisasi dan pemantauan pelaksanaan kegiatan.
c.    Melaporkan kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan perkembangan pelaksanaan kegiatan.

2.       Tim Pembina Propinsi
a.    Menyusun JUKLAK Pembibitan Sapi Potong tahun 2013 dengan mengacu kepada pedoman pelaksanaan ini.
b.    Melakukan koordinasi, sosialisasi dan pemantauan pelaksanaan kegiatan dengan instansi terkait di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten.
c.    Melakukan koordinasi dalam pembinaan dan membantu mengatasi permasalahan di lapangan.
d.    Menyusun dan melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan yang disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi untuk kemudian diteruskan ke Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
3.       Tim Teknis Kabupaten/Kota

Tim Teknis Kabupaten/Kota beranggotakan wakil dari Dinas Kabupaten/Kota dan petugas lapangan, dengan tugas sebagai berikut:

a.    Menyusun Petunjuk Teknis (JUKNIS) Pembibitan Sapi Potong tahun2013 dengan mengacu kepada JUKLAK dari provinsi dan pedoman pelaksanaan dari pusat.
b.    Mengkoordinasikan  pelaksanaan kegiatan dengan Dinas Provinsi dan instansi terkait di tingkat Kabupaten.
c.    Melakukan pendampingan, pemantauan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pembibitan sapi potong di lapangan.
d.    Memastikan bahwa setiap kelompok melakukan pencatatan/recording perkawinan, perkembangan, pengukuran ternak serta hal-hal lain yang relevan.
e.    Membuat laporan perkembangan untuk disampaikan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan diteruskan kepada Dinas Provinsi serta Direktorat Jenderal peternakan dan kesehatan Hewan.

4.       Kelompok Peternak

Kelompok peternak mempunyai kewajiban sebagai berikut :
a.    Melakukan pemeliharaan ternak dengan baik dan menerapkan prinsip-prinsip pembibitan (antara lain melakukan pencatatan/rekording ternak dan seleksi) yang dibuktikan dengan Surat Pernyataan.
b.    Melakukan perkawinan ternak dengan pejantan/semen beku unggul yang serumpun.
c.    Mengikuti bimbingan dan pembinaan dari Tim Pembina/Tim Teknis
d.    Semua aset yang sudah dilimpahkan ke kelompok merupakan tanggung jawab kelompok. 


BAB VII
PENGENDALIAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN


A.       Pengendalian
Pengendalian kegiatan dilakukan oleh SKPD yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten. Pengawasan  fungsional (Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Daerah maupun lembaga/instansi pengawas lainnya) dan pengawasan serta pengendalian dapat dilakukan setiap saat selama kegiatan.
     
B.       Indikator Keberhasilan

1.         Indikator Input
Tersediannya dana yang di alokasikan pada masing-masing satker provinsi dan kabupaten.
a)         Jumlah kelompok yang menerapkan prinsip-prinsip pembibitan sebanyak 165 kelompok.
b)         Jumlah sapi potong yang memenuhi SNI/PTM sebanyak 3.300 ekor.
2.     Indikator Hasil (Outcomes)
a)         Meningkatnya produktivitas sapi potong melalui penerapan prinsip-prinsip pembibitan.
b)         Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota kelompok di bidang pembibitan.
 
BAB VIII
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

A.     Monitoring dan Evaluasi
Monitoring  dan evaluasi pelaksanaan kegiatan,  dimaksudkan untuk mengetahui secara akurat realisasi fisik dan keuangan. Disamping itu untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan mulai dari Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan kelompok serta memberikan saran alternatif pemecahan masalah.
Untuk menjaga transparansi penggunaan dana, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara intensif dan berjenjang. Hasil monitoring  dan evaluasi diformulasikan menjadi laporan, yang memuat data dan informasi sebagai bahan kebijakan selanjutnya.

B.       Pelaporan
1.       Kelompok wajib membuat laporan pelaksanaan kegiatan setiap bulan kepada Dinas Kabupaten/Kota.
2.       Dinas Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi seluruh laporan yang diterima dari kelompok dan melaporkan setiap bulan kepada Dinas Provinsi.
3.       Dinas Provinsi melaporkan setiap 3 bulan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan c.q. Direktur Pembibitan Ternak.
4.       Format laporan perkembangan ternak seperti pada format 4.


BAB IX
PENUTUP

Petunjuk Teknis Pelaksanaan (Juknis) ini disusun sebagai acuan bagi pelaksanaan kegiatan Pembibitan Sapi Potong  oleh Tim Teknis dan Petugas di lapangan.


                Kuala Pembuang,       Maret  2013

KepalaDinasPertaniandanPeternakan
KabupatenSeruyan



Ir. H. PRIYO WIDAGDO., MM
Pembina Utama Muda ( IV/C )
      NIP. 19620115 199103 1 004
















































Tidak ada komentar:

Posting Komentar